Langsung ke konten utama

PENGENDALIAN KETERLAMBATAN PEKERJAAN DI LAPANGAN TERHADAP PROGRES RENCANA YANG TELAH DI BUAT

A. Pengertian Keterlambatan

Pengertian keterlambatan menurut Ervianto (2005) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996), jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klien atau owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain sebagainya serta mengurangi keuntungan. Menurut Callahan (1992), keterlambatan (delay) adalah apabila suatu aktifitas atau kegiatan proyek konstruksi mengalami penambahan waktu, atau tidak diselenggarakan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Keterlambatan proyek dapat diidentifikasi dengan jelas melalui schedule. Dengan melihat schedule, akibat keterlambatan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dapat terlihat dan diharapkan dapat segera diantisipasi. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan suatu alasan tertentu. 



B. Penyebab Keterlambatan

Dalam suatu proyek konstruksi banyak yang mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan meningkatnya waktu dari suatu kegiatan ataupun mundurnya waktu penyelesaian suatu proyek secara keseluruhan. Beberapa penyebab yang paling sering terjadi antara lain : perubahan kondisi lapangan, perubahan desain atau spesifikasi, perubahan cuaca, ketidak tersedianya tenaga kerja, material, ataupun peralatan. Dalam bagian ini akan diterangkan beberapa pendapat para ahli mengenai penyebab-penyebab keterlambatan. Menurut Levis dan Atherley dalam Langford (1996) mencoba mengelompokkan penyebab-penyebab keterlambatan dalam suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu :

a.    Excusable Non-Compensable Delays, penyebab keterlambatan yang paling sering mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek pada keterlambatan tipe ini, adalah :

1)      Act of God, seperti gangguan alam antara lain gempa bumi, tornado, letusan gunung api, banjir, kebakaran dan lain-lain.

2)      Forse majeure, termasuk didalamnya adalah semua penyebab Act of God, kemudian perang, huru hara, de mo, pemogokan karyawan dan lain -lain.

3)      Cuaca, ketika cuaca menjadi tidak bersahabat dan melebihi kondisi normal maka hal ini menjadi sebuah faktor penyebab keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusing Delay).

b.   Excusable Compensable Delays, keterlambatan ini disebabkan oleh Owner client, kontraktor berhak atas perpanjangan waktu dan claim atas keterlambatan tersebut. Penyebab keterlambatan yang termasuk dalam Compensable dan Excusable Delay adalah:

1)      Terlambatnya penyerahan secara total lokasi (site) proyek

2)      Terlambatnya pembayaran kepada pihak kontraktor

3)      Kesalahan pada gambar dan spesifikasi

4)      Terlambatnya pendetailan pekerjaan

5)      Terlambatnya persetujuan atas gambar-gambar fabrikasi

c.    Non-Excusable Delays, Keterlambatan ini merupakan sepenuhnya tanggung jawab dari kontraktor, karena kontraktor memperpanjang waktu pelaksanaan pekerjaan sehingga melewati tanggal penyelesaian yang telah disepakati, yang sebenarnya penyebab keterlambatan dapat diramalkan dan dihindari oleh kontraktor. Dengan demikian pihak owner client dapat meminta monetary damages untuk keterlambatan tersebut. Adapun penyebabnya antara lain :

1)      Kesalahan mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan

2)      Kesalahan mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan

3)    Keterlambatan dalam penyerahan shop drawing/gambar kerja

4) Kesalahan dalam mempekerjakan personil yang tidak cakap



Penelitian mengenai keterlambatan yang dilakukan oleh Levis dan Atherley dalam Langford (1996) pada 30 proyek bangunan gedung di India, yang dibangun antara tahun 1978 sampai tahun 1992 telah dapat mengidentifikasi beberapa penyebab keterlambatan, yaitu antara lain :

a.    Keterlambatan pembayaran oleh client owner

b.   Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek oleh kontraktor

c.    Kesalahan pengelolaan material oleh kontraktor

d.   Kekurangan tenaga kerja oleh kontraktor

e.    Hujan deras/lokasi pekerjaan yang tergenang air

f.    Keadaan tanah yang berbeda dari yang diharapkan

g.   Pekerjaan tambahan yang diminta oleh client owner

h.   Perubahan dalam pekerjaan plumbing, struktur, elektrikal

i.     Kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasi

j.  Ketidak jelasan perencanaan dan spesifikasi

k.Perubahan-perubahan dalam perencanaan dan spesifikasi

l.     Perubahan metode kerja oleh kontraktor

m. Kesalahan dalam mengenterprestasikan gambar atau spesifikasi

n.   Perencanaan schedule pekerjaan yang kurang baik oleh kontraktor

o.   Produktifitas yang kurang optimal dari kontraktor

p.   Perubahan scope pekerjaan konsultan

qPemogokan yang dilakukan oleh kontraktor

r. Memperbaiki pekerjaan yang sudah selesai

s.    Memperbaiki kerusakan suatu pekerjaan akibat pemogokan

t.     Terlambatnya persetujuan shop drawing oleh konsultan



Sedangkan menurut Assaf (1995), faktor -faktor penyebab keterlambatan pada proyek konstruksi bangunan gedung yang disebabkan oleh faktor bahan material adalah :

1)  Kekurangan bahan/material konstruksi

2)   Perubahan tipe dan spesifikasi material

3)     Lambatnya pengirimsn msterisl

4)            Kerusakan material akibat penyimpanan



C. Tipe Keterlambatan

Jervis (1988), mengklasifikasikan keterlambatan menjadi 4 type :

a.    Excusable delay, yaitu keterlambatan kinerja kontraktor yang terjadi karena faktor yang berada diluar kendali kontraktor dan owner. Kontraktor berhak mendapat perpanjangan waktu yang setara dengan keterlambatan tersebut dan tidak berhak atas kompensasinya.

b.   Non Excusable delay, yaitu keterlambatan dalam kinerja kontraktor yang terjadi karena kesalahan kontraktor tidak secara tepat melaksanakan kewajiban dalam kontrak. Kontraktor tidak berhak menerima penggantian biaya maupun perpanjangan waktu.

c.    Compensable delay, keterlambatan dalam kinerja kontraktor yang terjadi karena kesalahan pihak owner untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban dalam kontrak secara tepat. Dalam hal ini kontraktor berhak atas kompensasi biaya dan perpanjangan waktu.

d.   Concurrent delay, yaitu keterlambatan yang terjadi karena dua sebab yang berbeda. Jika excusable delay dan compensable delay terjadi berbarengan dengan non excusable delay maka keterlambatan akan menjadi non excusable delay. Jika compensable delay terjadi berbarengan dengan excusable delay maka keterlambatan akan diberlakukan sebagai excusable delay. Menurut Donal S Barie (1984), keterlambatan dapat disebabkan oleh pihak-pihak yang berbeda, yaitu :

1)      Pemilik atau wakilnya (Delay caused by owner or his agent). Bila pemilik atau wakilnya menyebabkan suatu keterlambatan, katakan misalnya karena terlambat pemberian gambar kerja atau keterlambatan dalam memberikan persetujuan terhadap gambar, maka kontraktor umumnya akan diperkenankan untuk mendapatkan perpanjangan waktu dan juga boleh mengajukan tuntutan yang sah untuk mendapatkan kompensasi ektranya.

2)      Keterlambatan oleh pihak ketiga yang diperkenankan (Excusable triedparty delay). Sering terjadi keterlambatan yang disebabkan oleh kekuatan yang berbeda diluar jangkauan pengendalian pihak pemilik atau kontraktor. Contoh yang umumnya tidak dipersoalkan lagi diantaranya adalah kebakaran, banjir, gempa bumi dan hal yang lain disebut sebagai “tindakan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Hal-hal lainnya yang sering kali menjadi masalah perselisihan meliputi pemogokan, embargo untuk pengangkutan, kecelakaan dan keterlambatan dalam menyerahkan yang bisa dimengerti. Termasuk pula yang tidak dapat dimasukkan dalam kondisi yang telah ada pada saat penawaran dilakukan dan keadaan cuaca buruk. Dalam hal ini dapat disetujui, tipe keterlambatan dari tipe-tipe ini umumnya menghasilkan perpanjangan waktu namun tidak disertai dengan konpensasi tambahan.

3)    Keterlambatan yang sebabkan kontraktor (contractor-caused delay). Keterlambatan semacam ini umumnya akan berakibat tidak diberikannya perpanjangan waktu dan tiada pemberian suatu konpensasi tambahan. Sesungguhnya pada situasi yang ektrim maka hal-hal ini akan menyebabkan terputusnya ikatan kontrak.



D.      Dampak Keterlambatan

Menurut Lewis (1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduaduanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensial income dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan. Obrein JJ (1976), menyimpulkan bahwa dampak keterlambatan menimbulkan kerugian :

a. Bagi pemilik, keterlambatan menyebabkan kehilangan penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah bisa digunakan atau disewakan.

b.Bagi kontraktor, keterlambatan penyelesaian proyek beranti naiknya overhead karena bertambah panjang waktu pelaksanaan, sehingga merugikan akibat kemungkinan naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah buruh, juga akan terta hannya modal kontraktor yang kemungkinan besar dapat dipakai untuk proyek lain.

c.Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami kerugian waktu, karena dengan adanya keterlambatan tersebut konsultan yang bersangkutan akan terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya.



E.      Mengatasi Keterlambatan

Menurut Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul gejala kelangkaan periodik atas material-material yang diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import. Cara penanganannya sangat bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang ditangani langsung oleh staff khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian porsi tanggung jawab diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor, sehingga penawaran material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :

a.    Mengerahkan sumber daya tambahan

b.Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana

c.Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.

d.Membuat prosedur pembuatan dan perubahan gambar

e.   Membuat jadwal yang realistis

f. Melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan owner

g.Melakukan pengawasan terhadap penjadwalan

h.   Pemenuhan persyaratan pembayaran

i.     Pembuatan chek list yang komprehensif



 Menurut Ahyari (1987), untuk mengatasi keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok mengalami suatu hal, maka perlu adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok, tidak cukup sekali disusun dan digunakan selanjutnaya. Daftar tersebut setiap periode tertentu harus diadakan evaluasi mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan pada waktu yang lalu. Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang rusak. Sedangkan menurut Donal S Baffie (1990), sekalipun sudah dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga. Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal yang sudah disetujui sebelumnya. Keterlambatan lain mungkin timbul dari pihak pemasok atau kontraktor, atau pada proses pengiriman dan lain-lain. Tugas dari ekspeditur profesional yang berpengalaman adalah menentukan cara yang efektif dalam menjaga agar pengadaan barang tetap sesuai jadwal yang telah diteta pkan dengan pengaruh kerugian sekecil mungkin. Bila suatu material tidak dapat diperoleh lagi atau menjadi sangat mahal, maka spesialis pengadaan harus mengetahui tempat memperoleh material pengganti (substitusi) yang akan dapat memenuhi atau melampaui persyaratan aslinya.



CONTOH ILUSTRASI KURVA RENCANA PERCEPATAN TERKAIT ADANYA KETERLAMBATAN PEKERJAAN DI LAPANGAN, DENGAN ASUMSI DEVIASI YANG TERJADI PADA PERTENGAHAN PERIODE PELAKSANA 



Analisis “What If”
Keterlambatan dimulai dari bouwplang dan pengukuran, aktivitas ini akan digunakan sebagai contoh perhitungan. Aktivitas bouwplang dan pengukuran mengalami keterlambatan 10% maka dianalisis “what if” dengan analisis sebagai berikut:
a.       Memasukkan data dari analisis penjadwalan yang meliputi:
-           Durasi aktivitas (d) = 4 hari
-          Float = 0
-          Jumlah pekerja aktivitas (n) bouwplang dan pengukuran adalah 18 orang.
-          Jam kerja dalam sehari (H) untuk aktivitas bouwplang dan pengukuran adalah 8 jam/hari.
-          Total jam-orang (∑mh) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas bouwplang dan pengukuran adalah ∑mh = d x n x H = 576 jam-orang.
b.       Bila aktivitas bouwplang dan pengukuran mengalami keterlambatan 10% dari durasi semula, maka keterlambatan pada aktivitas bouwplang dan pengukuran: delay = 10% x durasi aktivitas bouwplang dan pengukuran = 10% x 4 = 0,4 hari. 
c.       Keterlambatan pada kegiatan konstruksi = delay p = delay – float = 0,4 – 0 = 0,4 hari. Diperiksa apakah delay p > 0 ↔ 0,4> 0 maka memenuhi, kegiatan konstruksi mengalami delay akibat bouwplang dan pengukuran sebesar 10%.
d.       Successor aktivitas bouwplang dan pengukuran adalah tiang pancang 20x20.
e.       Alternatif percepatan pada aktivitas pengikut agar total durasi kegiatan konstruksi tetap : Aktivitas tiang pancang 20x20 akan dipercepat. Data-data tiang pancang 20x20 adalah sebagai berikut :
-          ds = 30 hari, ds adalah durasi aktivitas pengikut.
-          n = 17 orang.
-          H = 8 jam/hari.
-          Floats = 0 hari, floats adalah float aktivitas pengikut.
-          ∑mH = ds x n x H = 30 x 17 x 8 = 4080 jam-orang.
-          d’s = ds + floats – delay p = 30 + 0 – 0,4 = 29,6 hari.
-          Diperiksa apakah ds ≥ 2delay p ↔ 30 ≥ 2(0,4)    memenuhi untuk dilakukan percepatan.
-          Diperiksa apakah d’s < ds ↔ 29,6 < 30    memenuhi untuk dilakukan percepatan.
Jadi, percepatan pada aktivitas tiang pancang 20x20 dapat dilakukan.
f.        Melakukan percepatan pada aktivitas tiang pancang 20x20 dengan cara :
-     Menambah jumlah pekerja :
-    ∆n = n’ – n = (∑mH d’s x H)−𝑛=( 408029 ,6 x 8)−17=0,23 orang.
-    Batasan jumlah pekerja maksimal untuk melakukan tiang pancang 20x20 dianggap tersedia. Maka ∆n ≤ n opt        (memenuhi).
-     Menambah jam kerja :   
-  ∆H = H’ – H =  (sigma.m.H/d's x n) – H = (4080/29,6 x 17) – 8 0,11 jam
-  Batasan jam kerja maksimal untuk melakukan aktivitas tiang pancang 20x20 adalah H optimum = 3 jam. 
-  Diperiksa apakah ∆H ≤ H opt ↔ 0,11 ≤        (memenuhi).
g. Analisa percepatan diatas (langkah 5 dan 6) diulangi kembali pada aktivitas pengikut yang lain apabila successor aktivitasnya lebih dari satu.   
h. Kembali pada langkah (1) sampai dengan (7) untuk keterlambatan
pada aktivitas bouwplang dan pengukuran sebesar 20% (Tabel 4.3).
 i. Langkah-langkah tersebut di atas dilakukan lagi untuk aktivitasaktivitas kritis yang terdapat pada jadwal PDM.   
Hasil akhir dari keseluruhan analisis kemudian digambarkan dalam 2 macam grafik yang menunjukkan hubungan % durasi keterlambatan bouwplang dan pengukuran (sumbu x) dengan jumlah penambahan pekerja atau jumlah penambahan jam kerja (sumbu y).

Tabel. Analisis Aktivitas Bouwplang dan Pengukuran Mengalami Keterlambatan 10%


     Tabel. Analisis Aktivitas Bouwplang dan Pengukuran Mengalami Keterlambatan 20% 

        
Tabel. Penambahan Jumlah Pekerja  Akibat Keterlambatan Aktivitas Bouwplang dan Pengukuran Teoriti



TabelPenambahan Jumlah Pekerja  Akibat Keterlambatan Aktivitas Bouwplang dan Pengukuran Teoritis





Gambar. Keterlambatan Aktivitas Bouwplang  dan Pengukuran Terhadap Jumlah Pekerja



Gambar. Keterlambatan Aktivitas Bouwplang  dan Pengukuran Terhadap Jam Kerja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEPAT WAKTU,TEPAT MUTU, DAN TEPAT BIAYA

PENJELASAN TEPAT WAKTU,TEPAT MUTU, DAN TEPAT BIAYA Suatu metode untuk membuat dasar, pola, jalur, alur yang dapat digunakan untuk tuntunan dasar kerja atau dasar pengendalian.  PERENCANAAN YANG BAIK  : Perencanaan yang baik terdiri dari 2 dasar, yaitu Dasar Pelaksanaan Dasar Kontrol Perencanaan yang baik juga menjawab 4W+1H Who    =  Siapa tenaga ahlinya When  = Lebih ke Time Schedulenya Where = Manajemen lokasi, tempat kerja Why    =  Mengapa lokasinya disitu ? alasan mengapa Time schedulenya demikian ? dll How    = Metode kerjanya seperti apa? ?? Perencanaan yang baik mengandung : Tujuan yang jelas   =  Global Sasaran yang jelas =  Kualitatif Target yang jelas    =  Kuantitatif Perencanaan proyek meliputi: BIAYA    =  TEPAT BIAYA      = tidak boleh melebihi anggaran (TIME SCHEDULE) MUTU    =...